Google Bukan Psikolog dan Psikiater Gratisan!
Menu
  • Our Project
    • Bagian Dari Kita
    • Ruang Bertemu
    • Narasi Ahli
  • Topic
    • Healthy
    • Thinking
    • Resources
  • Connecting People
    • Find Your Community
    • Event
    • Class
  • Video
  • Submission
    • Writer
    • Community
    • Event
  • About Us

Google Bukan Psikolog dan Psikiater Gratisan!

Kesehatan mental sekarang banyak dibicarakan, tapi ada satu tren yang perlu kita waspadai: self-diagnose. Banyak orang yang asal mendiagnosis diri sendiri hanya dengan modal info dari Google. Seru, tapi juga berisiko! Yuk, kita ngobrol tentang dampaknya dan bagaimana cara mengenali kondisi mentalmu tanpa sembarangan.


23 Oct 2024 Sasmitha

Tidak seperti dulu yang jarang diperbincangkan, kini kesehatan mental menjadi trend di masyarakat. Banyak orang yang mulai sadar dengan isu yang satu itu. Namun, trend kesehatan mental tersebut juga dibarengi dengan trend self-diagnose. Parahnya, self-diagnose tersebut dilakukan hanya dengan bermodalkan Google!

Self-diagnose adalah tindakan mengklaim atau mendiagnosis diri sendiri berdasarkan informasi yang diperoleh, tanpa meminta saran dari ahlinya. Biasanya, orang yang melakukan self-diagnose adalah mereka yang sedang berada dalam kondisi tersebut. Karena mereka merasakan kondisi tertentu dan menemukan ciri-ciri yang sama di Google, mereka dengan seenaknya mendiagnosis diri sendiri menggunakan informasi tersebut.

Apakah trend semacam itu merugikan? Jelas, dong! Dengan mendiagnosis diri sendiri, itu akan berpengaruh ke kondisi mentalmu. Misalnya, kamu mempunyai ciri-ciri yang sama dengan penderita gangguan mental berat. Akhirnya, kamu mendiagnosis dirimu mengidap gangguan tersebut. Padahal, sebenarnya kamu hanya mengidap stres biasa, tidak sampai menjurus ke gangguan mental.

Akhirnya, kamu merasa stres karena memikirkannya terus-menerus. Bukankah itu justru memperparah kondisimu? Supaya kamu nggak sembarangan dalam memahami kondisimu, kami mencoba memberimu pemahaman tentang seberapa buruknya self-diagnose itu.

 

Apakah Kamu Pernah Melakukan Self-Diagnose?

Memang, saat ini teknologi menjadi penolong untuk kita. Contohnya adalah penggunaan Google yang bisa menjadi jawaban untuk berbagai pertanyaan kita. Namun, bukan berarti apa-apa harus mengandalkan Google, kan? Capek sedikit, Google. Sakit sedikit, Google. Stres sedikit, Google.

Memang nggak boleh, ya, kita bergantung ke Google? Tentu, dong! Apalagi kalau kamu sedang merasa banyak pikiran, stres, dan kalut. Google mungkin bisa memberikanmu jawaban, tapi apakah itu jawaban yang benar-benar valid dan sesuai kondisimu?

Faktanya, banyak orang yang mencari tahu kondisi mereka menggunakan Google. Misalnya, mencari artikel di Google dengan menuliskan kata kunci seperti “apakah benar kalau malas bangun tidur merupakan gejala depresi?” Apakah kamu pernah melakukan hal yang sama? Jika iya, kamu perlu memahami bahwa itu adalah hal yang salah.

Tindakanmu untuk mencari informasi di Google terkait kondisimu itu adalah tindakan self-diagnose. Self-diagnose adalah tindakan yang tidak boleh dilakukan karena tidak dapat dipertanggung jawabkan secara medis atau tidak evidence-based medicine.

 

Kenapa Banyak Orang Suka Self-Diagnose?

Penyebab utama kenapa orang-orang suka self-diagnose adalah karena banyaknya informasi yang bisa diakses dengan mudah. Ya, mau tidak mau, teknologi berperan dalam kasus ini. Namun, informasi-informasi yang kamu dapatkan di internet tidak semuanya didasarkan pada bukti ilmiah yang valid.

Di sisi lain, banyaknya informasi tersebut diimbangi dengan pengetahuan terkait mental illness. Jadi, orang-orang langsung percaya begitu saja dengan informasi yang diterima.

Faktor lainnya adalah orang-orang masih takut untuk datang ke psikiater atau psikolog. Itu karena masyarakat kita masih menganggap bahwa masalah kesehatan mental adalah hal tabu. Rasa ingin tahu dan trend meromantisasi kesehatan mental di kalangan anak muda juga menjadi penyebabnya.

Akhirnya? Tentu saja, self-diagnose jadi jalan keluarnya. Padahal, self-diagnose nggak bikin kamu keren sama sekali. Self-diagnose justru menunjukkan bahwa kamu tidak mau membenahi dirimu dengan cara yang benar. Alih-alih memutuskan untuk datang ke profesional, kebanyakan orang-orang yang melakukan self-diagnose justru bangga dan mengumbar hasil penemuan terkait kondisi mereka di Google.

Padahal, para penyintas mental illness yang sudah sering ke psikiater atau psikolog saja jarang yang mengumbar kondisinya. Itu karena mereka paham bahwa berbicara tentang kesehatan mental nggak bisa sembarangan. Mereka juga tahu kalau kondisi mereka nggak sebercanda itu.

 

Ini Bahaya Melakukan Self-Diagnose!

Tidak pernah ada sisi positif dari self-diagnose. Kalau kamu masih ‘ngeyel’ untuk melakukannya, berarti kamu harus tahu bahaya-bahaya self-diagnose ini.

  • Dengan self-diagnose, kamu cenderung akan membesar-besarkan kondisimu. Mungkin sebenarnya masalahmu tidak sebesar itu. Bisa saja stres yang kamu rasakan hanya membutuhkan relaksasi atau refreshing. Namun, karena hasil diagnosismu menggunakan Google, kamu mengira bahwa stres itu adalah penyakit mental yang serius. Lebay, nggak, sih?
  • Mendiagnosis diri sendiri juga bisa menjadikanmu cemas berlebihan. Padahal, seharusnya kamu tidak perlu sampai begitu. Kecemasan itu berasal dari pikiran-pikiran negatif yang muncul akibat kamu mencari tahu kondisimu di internet. Ujung-ujungnya, kecemasan itu malah menjadikanmu semakin stres.
  • Self-diagnose menjadikanmu salah menafsirkan gejala yang kamu rasakan. Gejala ringan, bisa ditafsirkan sebagai gejala berat. Gejala berat malah ditafsirkan sebagai gejala ringan. Akhirnya, kamu jadi overthinking dan tidak segera datang ke psikiater atau psikolog karena takut atau merasa masalahmu tidak terlalu berat.

 

Apa Risiko Self-Diagnose?

Menurut APA (American Psychiatric Association), melakukan self-diagnose bisa memicu kondisi serius lainnya. Namun, kalau kamu tidak percaya dengan pernyataan tersebut dan masih tetap melakukan self-diagnose, maka jangan salahkan siapa-siapa kalau kamu mendapatkan tiga risiko terburuk ini.

  • Kesalahan diagnosis: Tahu, nggak, sih, kalau self-diagnosis erat kaitannya dengan kesalahan diagnosis? Karena kamu mendiagnosis diri sendiri tanpa referensi tenaga medis, kamu salah mengartikan gejalamu sebagai gejala penyakit lain. Misalnya, kamu salah menafsirkan gejala depresimu sebagai gejala bipolar karena ciri-cirinya memang hampir mirip.
  • Kesalahan pengobatan: Karena kamu salah melakukan diagnosis, maka kamu juga bisa melakukan kesalahan dalam memilih terapi atau pengobatan. Apalagi kalau kamu memutuskan untuk mengobati diri sendiri, pasti kamu akan memilih jenis pengobatan yang salah karena kamu tidak ada kapasitas dalam bidang tersebut. Kalau sampai begitu, jelas itu sangat berbahaya untukmu!
  • Memicu kondisi serius lainnya: Kesalahan diagnosis dan kesalahan pengobatan akan memperburuk kondisimu. Ini bisa memicu munculnya kondisi kesehatan yang serius lainnya. Kamu akan mengabaikan kondisi yang serius dan lebih fokus pada kondisi yang -sebenarnya- tidak begitu parah. Padahal, semua kondisimu harusnya mendapatkan penanganan segera.

 

Tips agar Kamu Tidak Self-Diagnose

Self-diagnose benar-benar ‘haram’ dilakukan. Agar kamu tidak sampai melakukan self-diagnose atau berhenti melakukannya, kamu bisa mengikuti tips ini.

  • Pertama, lakukan self-awareness. Apa, sih, itu? Self-awareness adalah kemampuan untuk memahami dan memberikan persepsi tentang diri sendiri. Dengan mempunyai self-awareness, kamu bisa mengamati diri sendiri secara objektif.
  • Berhenti melakukan tes kesehatan dari sumber yang tidak kredibel di internet. Jangan hanya karena kamu merasa relate dengan sebuah konten, kemudian kamu menganggap bahwa kondisimu adalah sama seperti apa yang dijelaskan dalam konten tersebut. 
  • Jika kamu masih sering membanding-bandingkan gejalamu dengan gejala orang lain, stop itu sekarang! Daripada membandingkan terus, mending kamu datang ke psikolog atau psikiater, deh. Itu lebih bisa memberikanmu jawaban yang valid.

 

Sudah paham, kan, dengan semua risiko atau bahaya self-diagnose? Masih mau melakukannya? Berhenti sekarang, deh! Beneran, itu nggak akan pernah menolongmu atau membuatmu jadi lebih baik. Sebaliknya, justru itu akan memperburuk kondisimu yang memang sudah buruk.

Jadi, kalau kamu merasa sedang nggak baik-baik saja, beranikan diri untuk datang ke psikiater atau psikolog. Jangan dengarkan omongan orang-orang yang suka bilang kalau “pergi ke psikolog atau psikiater tuh cuma dilakukan sama orang gila.” Nggak! Itu sama sekali nggak benar.

Kamu berhak, kok, untuk menyembuhkan dirimu. Kamu berhak, kok, untuk meminta tolong. Kamu juga berhak untuk mendapatkan pengobatan dan terapi yang terbaik.

Jangan dipendam sendiri. Jangan dipikirkan sendiri. Mendiagnosis diri sendiri menandakan bahwa kamu jahat ke dirimu sendiri. Menyembuhkan dirimu menandakan bahwa kamu mencintai dirimu sendiri.

Nah, agar kamu tetap jadi manusia yang waras dan nggak suka self-diagnose, kamu bisa mulai menonton video-video kesehatan mental di Youtube Healthink. Melalui video itu, kamu bisa memperoleh informasi tentang kesehatan mental dari ahlinya. Dari sana, kamu akan paham kalau mendatangi ahli kejiwaan lebih baik dibandingkan self-diagnose.

Follow juga akun sosial media Healthink dan dapatkan konten kesehatan mental yang menarik di sana. Kalau kamu merasa relate dengan konten-konten itu, segera datang ke psikolog atau psikiater dan mulailah berani untuk heal your think, think your health.


Terbaru

Depresi Pada Remaja Jangan Dianggap Sepele!
Depresi Pada Remaja Jangan Dianggap Sepele!
25 Apr 2025
Jadi Ayah Ibu Baru, Kok Malah Stres?
Jadi Ayah Ibu Baru, Kok Malah Stres?
25 Apr 2025
Depresi pada Disabilitas, Apa yang Bisa Dilakukan?
Depresi pada Disabilitas, Apa yang Bisa Dilakukan?
21 Mar 2025
Teknik Mindfulness untuk Meringankan Gejala Depresi
Teknik Mindfulness untuk Meringankan Gejala Depresi
20 Mar 2025
Gaya Hidup Sehat untuk Atasi Depresi dengan Diet, Olahraga, dan Tidur
Gaya Hidup Sehat untuk Atasi Depresi dengan Diet, Olahraga, dan Tidur
13 Mar 2025
Membangun Support System untuk Mengatasi Depresi dengan Dukungan Sosial
Membangun Support System untuk Mengatasi Depresi dengan Dukungan Sosial
13 Mar 2025
Strategi Mandiri Atasi Depresi dengan Tips Praktis Coping Stress
Strategi Mandiri Atasi Depresi dengan Tips Praktis Coping Stress
13 Mar 2025
Pikiranmu Menipumu, Sadari dan Kendalikan
Pikiranmu Menipumu, Sadari dan Kendalikan
28 Feb 2025
Niat Baik Nggak Selamanya Diterima dengan Baik
Niat Baik Nggak Selamanya Diterima dengan Baik
28 Feb 2025
Sosial Media Itu Penting Gak, Sih?
Sosial Media Itu Penting Gak, Sih?
28 Feb 2025
Cancel Culture, Buntut dari Fenomena Viral yang Bikin Kacau
Cancel Culture, Buntut dari Fenomena Viral yang Bikin Kacau
21 Feb 2025
Stop Multitasking! Multitasking Bikin Kamu Produktif?
Stop Multitasking! Multitasking Bikin Kamu Produktif?
21 Feb 2025
Jangan Jauhkan Aku dari Ponselku!
Jangan Jauhkan Aku dari Ponselku!
21 Feb 2025
Harapanmu Tidak Sesuai Kenyataan
Harapanmu Tidak Sesuai Kenyataan
14 Feb 2025
Resiliensi Membantu Mengatasi Tantangan Hidup
Resiliensi Membantu Mengatasi Tantangan Hidup
12 Feb 2025
Mengenal dan Mengelola Stress
Mengenal dan Mengelola Stress
11 Feb 2025
Apakah Benar Sudah Pasti Tepat?
Apakah Benar Sudah Pasti Tepat?
22 Nov 2024
Tidak Semua Hari itu Menyenangkan
Tidak Semua Hari itu Menyenangkan
22 Nov 2024
Bias Konfirmasi: Pengaruh, Dampak pada Depresi, dan Cara Mengatasinya
Bias Konfirmasi: Pengaruh, Dampak pada Depresi, dan Cara Mengatasinya
15 Nov 2024
Don't Judge Book by It's Cover
Don't Judge Book by It's Cover
15 Nov 2024
Awas! Depresi Bisa Makin Parah Gara-Gara Ini!
Awas! Depresi Bisa Makin Parah Gara-Gara Ini!
1 Nov 2024
Kualitas Pikiran Menentukan Tingkat Kebahagiaan
Kualitas Pikiran Menentukan Tingkat Kebahagiaan
1 Nov 2024
Google Bukan Psikolog dan Psikiater Gratisan!
Google Bukan Psikolog dan Psikiater Gratisan!
23 Oct 2024
Tantang Pikiran Kita dengan CBT untuk Diri Sendiri
Tantang Pikiran Kita dengan CBT untuk Diri Sendiri
17 Oct 2024
CBT untuk “Mengobati” Depresi
CBT untuk “Mengobati” Depresi
14 Oct 2024
Mengungkap Asumsi Keliru dan Realita Depresi: Fakta di Balik Mitos tentang Depresi
Mengungkap Asumsi Keliru dan Realita Depresi: Fakta di Balik Mitos tentang Depresi
4 Oct 2024
Depresi: Faktor Psikologis dan Biologis yang Mempengaruhinya
Depresi: Faktor Psikologis dan Biologis yang Mempengaruhinya
4 Oct 2024
Membongkar Jenis-jenis Depresi
Membongkar Jenis-jenis Depresi
24 Sep 2024
Kenali Sebelum Terlambat: Depresi di Era Digital
Kenali Sebelum Terlambat: Depresi di Era Digital
24 Sep 2024

      

© 2025 Healthink - All rights reserved