Pernah dengar ungkapan
Kamu pasti pernah mendengar istilah ini: Don’t Judge Book by It’s Cover. Apa, sih, arti istilah itu sebenarnya? Don’t Judge Book by It’s Cover adalah idiom bahasa Inggris. Kalimat metafora tersebut mempunyai arti: Jangan menilai seseorang dari penampilannya saja.
Kalimat ini muncul karena banyak orang yang sering melihat orang dari penampilan, tanpa mencoba untuk mengenal orang itu lebih jauh. Sebenarnya, hal itu wajar karena manusia memang cenderung lebih suka melihat sesuatu dari penampilan. Kalau ada orang yang cakep atau barang bagus, kamu juga pasti suka melihatnya, kan?
Namun, akan menjadi suatu hal yang salah jika kamu benar-benar fokus pada penampilan saja, tanpa mempertimbangkan faktor lain. Sebab belum tentu orang dengan penampilan menarik mempunyai kepribadian menarik juga. Begitupun sebaliknya, orang yang menurutmu kurang oke secara penampilan, bisa jadi mempunyai pemikiran dan kepribadian yang keren.
Karena itulah, Healthink ingin membantumu untuk menyadari bahwa manusia itu unik dengan ciri khas masing-masing. Kamu bisa mencoba mengubah pola pikirmu dan menjadi manusia yang bisa memanusiakan manusia lainnya dengan memahami makna Don’t Judge Book by It’s Cover di sini.
Siapa dari kamu yang suka membanding-bandingkan antara si cakep dan si biasa aja? Siapa yang sering meremehkan orang karena penampilannya nggak kece? Ingat! Penampilan luar yang hanya bisa kamu lihat pakai mata itu nggak bisa sepenuhnya menggambarkan orang tersebut. Itu karena kamu memang nggak bisa melihat kepribadian dan pemikirannya pakai mata, kan?
Di luar sana banyak orang yang tertipu karena tampilan. Contohnya, orang berkacamata yang identik dengan image pintar. Padahal, ada juga, kok, orang berkacamata yang bukan kutu buku. Contoh lainnya, orang Jawa yang dianggap lemah lembut dan orang Batak yang dianggap galak. Padahal, ada juga, loh, orang Jawa yang kasar dan orang Batak yang sabar.
Ternyata, menilai orang dari penampilannya saja juga bisa berbahaya, loh. Kalau kamu terbiasa menilai seseorang dari tampilan luarnya, ini bisa menimbulkan stereotip. Apa itu stereotip? Menurut Kassin dalam Social Psychology, stereotip adalah kepercayaan yang mengaitkan sekelompok orang dengan sifat atau karakteristik tertentu.
Karena hanya sebuah keyakinan, bukan berdasarkan pada fakta atau data, maka stereotip tidak selalu benar. Meskipun begitu, stereotip masih banyak diyakini oleh orang-orang. Padahal, ada dampak buruk stereotip yang merugikan kita dan orang lain.
Mirisnya, stereotip juga sering ditujukan kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan. Contohnya, orang yang menangis dianggap lemah atau orang dengan mental issue yang dianggap sebagai Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Padahal, seharusnya orang-orang semacam itu diberikan pertolongan, bukannya diberi label negatif yang justru menjadikan mereka menganggap dirinya buruk.
Stereotip semacam itu juga menjadi alasan mengapa banyak penderita gangguan mental yang takut untuk berobat ke psikiater atau konsultasi ke psikolog. Mereka takut dianggap ‘gila’ dan lebay sehingga tidak mau menceritakan kondisi yang sebenarnya. Parahnya, gara-gara stereotip itu, orang-orang dengan gangguan mental merasa tidak diterima dan akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidup. Dari sini kamu paham, kan, betapa jahatnya stereotip?
Sama seperti penyakit fisik, penyakit mental juga nyata. Penyakit mental juga butuh diobati, bukan hanya dianggap remeh dan bisa ditangani hanya dengan ibadah saja. Bukan karena kurang iman, penyakit mental bisa muncul karena banyak alasan yang melatar belakanginya. Penyakit mental juga butuh pendampingan dokter dan psikolog, bukan bisa sembuh hanya dengan self-healing.
Kalau kamu sudah tahu dampak buruk stereotip, pasti tidak sedikit dari kamu yang kesal dengan adanya stereotip tersebut, kan? Sebenarnya, siapa, sih, yang mencetuskan stereotip itu? Stereotip tidak muncul dengan sendirinya. Ada beberapa sumber yang mempengaruhi munculnya stereotip.
Keluarga adalah tempat pertama kita belajar. Sejak kecil, lingkungan pertama yang kita kenal adalah keluarga. Tempat yang selalu kita jadikan rumah adalah keluarga. Keluarga adalah orang-orang yang membentuk kepribadian dan kebiasaan kita.
Kebiasaan dan kepercayaan di dalam keluarga bisa membentuk stereotip yang kita yakini hingga dewasa. Contohnya, ibu yang mengatakan bahwa perempuan harus bisa memasak dan laki-laki tidak perlu belajar memasak. Stereotip dalam keluarga tersebut keliru karena memasak adalah basic life skill yang seharusnya dikuasai oleh semua gender, entah itu wanita ataupun pria.
Stereotip semacam itu dikenal juga dengan istilah patriarki di mana laki-laki dianggap lebih unggul dari wanita sehingga wanita harus patuh dan melayani laki-laki, tanpa memperdulikan hak-hak wanita.
Media sosial yang sering kamu gunakan saat ini juga bisa membentuk stereotip. Jika kamu terus-menerus menonton konten tertentu di media sosial, kamu akan mempercayainya dan membentuk stereotip terhadap hal tersebut. Jadi, bukan hanya keluarga saja, media sosial juga membentuk stereotip yang menyebar di masyarakat.
Itulah mengapa selalu ada pesan untuk berhati-hati dalam bersosial media karena penggunaan media sosial yang tidak bijak akan merugikanmu dan orang lain. Jadi, sebaiknya kamu berusaha untuk mencari kebenaran dari informasi yang kamu dapatkan dari media sosial. Dengan begitu, kamu dan orang lain tidak akan merasakan dampak buruknya.
Kamu adalah orang yang paling bertanggung jawab atas dirimu. Jadi, cara ampuh untuk mencegah munculnya stereotip adalah dimulai dari dirimu sendiri.
Kontrol dan kembangkan dirimu. Ini penting untuk mencegah munculnya prasangka dalam diri kita. Ingat! Stereotip adalah penilaian yang tidak selalu benar dan dengan memiliki kontrol diri, kamu bisa menghindari penilaian yang tidak adil ke orang lain.
Kalau sekarang banyak orang di sekitarmu yang meyakini stereotip tertentu, kamu tidak boleh ikut-ikutan. Bayangkan kalau kamu menjadi orang yang diberi stereotip buruk dan dinilai tidak benar. Nggak enak, kan, rasanya?
Selain mengontrol diri, kamu juga bisa menonton video-video di Youtube Healthink dan konten-konten di akun media sosial Healthink. Dari video dan konten tersebut, kamu akan paham pentingnya kesehatan mental dan berhenti memberikan stereotip buruk ke orang-orang dengan gangguan mental.
Jadi, nggak usah takut lagi dilabeli aneh-aneh, sebab yang paling tahu dirimu sendiri adalah kamu. Yuk, mulai berani untuk benahi diri dengan heal your think, think your health!
Terbaru