Cancel Culture, Buntut dari Fenomena Viral yang Bikin Kacau
Menu
  • Our Project
    • Bagian Dari Kita
    • Ruang Bertemu
    • Narasi Ahli
  • Topic
    • Healthy
    • Thinking
    • Resources
  • Connecting People
    • Find Your Community
    • Event
    • Class
  • Video
  • Submission
    • Writer
    • Community
    • Event
  • About Us

Cancel Culture, Buntut dari Fenomena Viral yang Bikin Kacau

Fenomena viral bisa jadi pedang bermata dua. Cancel culture lahir dari tren ini, tapi apakah selalu berdampak positif? Yuk, pahami lebih dalam sebelum ikut-ikutan!


21 Feb 2025 Sasmitha

Dikit-dikit, viral. Dikit-dikit bilang “lu mau gue viralin?” Seakan-akan, viral menjadi ancaman berbahaya di zaman sekarang. Kalau bisa viral karena sesuatu yang bagus, sih, nggak apa-apa. Tetapi, nggak sedikit juga yang viral karena sesuatu yang buruk.
 
Bahkan, viral juga bisa memicu kesalahpahaman dan masalah baru. Contohnya adalah kasus Audrey yang terjadi beberapa tahun silam. Saat itu, semua orang seakan-akan membelanya karena kasus viral yang dialami oleh gadis tersebut. Namun setelah fakta sebenarnya terkuak, orang-orang malah menghujatnya.
 
Itu semua terjadi karena orang-orang terburu-buru untuk memviralkan sesuatu dan gampang percaya dengan sesuatu yang viral. Saking banyaknya kasus viral yang memberikan efek buruk, sebuah film digunakan sebagai reminder untuk kita tentang fenomena viral tersebut. Budi Pekerti menjadi film yang menunjukkan bagaimana fenomena ‘asal rekam’ itu bisa mengacaukan segalanya.
 
Tetapi, di sini kami nggak akan mengajak kamu untuk membahas film. Itu semua cuma contoh supaya kamu paham bahwa viralitas itu nggak sekeren itu, kok. Di sini, Healthink akan ajak kamu untuk lebih memahami fenomena viral dan cancel culture supaya kamu nggak asal rekam-foto dan tidak menghiraukan fakta yang sebenarnya.

 

Viral: Apa, Sih, Itu?

Viral adalah salah satu kata yang sering digunakan dalam beberapa tahun terakhir, lebih tepatnya sejak banyak orang yang menggunakan media sosial. Sebenarnya, apa itu viral? Viral didefinisikan sebagai situasi yang digunakan untuk mengungkapkan penyebaran berita dan informasi.
 
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata viral berkaitan dengan virus atau bersifat menyebar luas seperti virus. Jadi, viral adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan tentang suatu pemberitaan yang sedang dibicarakan banyak orang atau tersebar ke orang banyak. 
 
Namun sejak munculnya fenomena ‘viral’ tersebut, banyak konten-konten di media sosial yang bersaing untuk bisa menjadi viral. Tak sedikit pula yang berpura-pura atau berbohong demi membuat konten yang viral. Fenomena viral ini juga menjadikan masyarakat tidak mau tahu dengan fakta yang sebenarnya. Mereka jadi lebih suka merekam kejadian dan memviralkannya di media sosial.
 
Fenomena ‘viralkan saja dulu’ ini tentu tidak hanya muncul karena kehadiran media sosial saja. Banyak orang yang memviralkan sesuatu sebagai wujud keresahan atas lambatnya respon pemerintah atau khalayak umum terhadap kondisi sosial. Ada juga yang memviralkan sesuatu demi mendapatkan engagement yang bagus di media sosial. Dengan engagement yang bagus, trafik akan meningkat dan pundi-pundi uang akan masuk. Lagi-lagi, ujung-ujungnya duit juga, kan?
 
Sayangnya, keinginan untuk memviralkan sesuatu itu sering tidak dibarengi dengan pemahaman akan fakta dan norma. Setelah seseorang menjadi viral, masyarakat akan memberikan pujian ataupun hinaan. Jika yang didapatkan adalah hinaan, akan muncul cancel culture atau boikot.
 
Apa itu cancel culture? Cancel culture diartikan sebagai “budaya penolakan” yang dilakukan untuk menghentikan dukungan pada seseorang, kelompok, organisasi, atau perusahaan tertentu yang melakukan tindakan tidak menyenangkan atau menyinggung pihak lain. 
 
Salah satu contoh cancel culture adalah kasus petugas keamanan mall yang ketahuan memukuli seekor anjing penjaga. Rekaman itu menjadi viral beberapa waktu lalu. Tak sedikit netizen yang langsung meng-cancel petugas keamanan tersebut tanpa mencoba mencari tahu alasan yang menjadikan petugas keamanan tersebut melakukan tindakan itu. Akhirnya, petugas keamanan itu dipecat dari pekerjaannya karena pihak mall tidak ingin nama baiknya tercoreng.
 
Lalu, sebuah fakta muncul setelahnya. Ternyata, petugas keamanan tersebut melakukan tindakan itu karena dia ingin menyelamatkan anak kucing yang diganggu oleh anjing tersebut. 
 
“Gue viralin, ya” menjadi kalimat singkat yang ‘membunuh secara tak kasat mata.’ Kini, kalimat itu seakan menjadi sumber ketakutan banyak orang. Mereka takut setiap hal yang dilakukan akan diviralkan oleh orang-orang di sekitar mereka. Hal inilah yang menjadi salah satu pemicu tingginya tingkat kecemasan di masyarakat. Fakta ini diperjelas dalam data Kemenkes tahun yang menjelaskan bahwa tingkat kecemasan masyarakat Indonesia meningkat sebanyak 6,8%.

 

Apa Saja Dampak Cancel Culture?

Kalau sudah viral, apalagi viral karena sesuatu yang buruk, tentu kita sudah tidak bisa terhindar dari cancel culture. Orang-orang sudah tidak peduli dengan fakta dan selalu berusaha mencari celah untuk menyalahkan kita. Tak berhenti sampai di situ, masalah-masalah lain juga berdatangan seperti karir dan prestasi yang hancur.
 
Mengembalikan semua itu ke kondisi semula bukan hal yang mudah. Mengembalikan kepercayaan orang-orang ke kita juga sama sulitnya. Bahkan, ketika kita berupaya memberikan klarifikasi, selalu ada saja orang-orang yang tidak mau mendengarkan.
 
Cancel culture seolah menjadi mimpi buruk di era sekarang. Lalu, apa yang akan terjadi jika cancel culture itu terus menyebar di masyarakat? Tiga dampak negatif ini yang akan muncul.
 
  • Bagi Korban: Cancel culture akan menjadikan korban merasa kesepian karena semua menyerang dan menghinanya. Kesepian tersebut bisa menimbulkan kecemasan yang berujung pada depresi. Tak sedikit juga korban cancel culture yang memutuskan untuk bunuh diri. Semua itu terjadi karena korban tidak mempunyai kesempatan lagi untuk diterima di masyarakat dan semua yang sudah diraihnya selama ini hilang karena cancel culture tersebut.
  • Bagi Pelaku: Bukan hanya korban saja, pelaku cancel culture juga akan merasakan dampak negatif berupa perasaan marah, kesal, dan kecewa. Hal itu akan menghilangkan empati si pelaku yang berujung pada penolakan untuk memahami kondisi korban.
  • Bagi Lingkungan: Cancel culture akan menimbulkan kekhawatiran di masyarakat. Masyarakat akan lebih memilih diam ketika melihat suatu kejadian cancel culture karena mereka takut akan diserang atau dihina juga. Akhirnya, mereka akan merasa bersalah karena tidak bisa membela korban yang diserang oleh pelaku cancel culture.

 

Bagaimana Cara Kita Menghindari Kecemasan Akibat Cancel Culture?

Agar kamu tidak merasakan dampak negatif dari cancel culture, kamu bisa mencoba cara berikut.
 
  • Sebelum memposting sesuatu di media sosial, pikirkan kembali secara matang apakah sesuatu yang kamu posting itu akan membawa efek positif atau efek negatif.
  • Kalau kamu sedang emosi, lebih baik kamu menenangkan diri. Hindari media sosial karena kamu bisa terdorong untuk memposting sesuatu yang buruk saat kamu sedang marah.
  • Jika kamu sudah terlanjur membuat kesalahan, kamu harus segera minta maaf. Jadikan itu sebagai pelajaran agar di lain waktu kamu lebih berhati-hati dalam bermedia sosial.
  • Kamu perlu mencoba detoks media sosial. Ini adalah upaya untuk menghindari penggunaan media sosial dalam kurun waktu tertentu. Cara ini bisa menjadikanmu lebih fokus pada dunia nyata dan menghindari konten-konten tidak penting di dunia maya.
  • Bijaklah dalam berkomentar atau memposting apapun di media sosial.
 
Media sosial bisa menjadi sesuatu yang baik dan buruk, tergantung bagaimana kamu menggunakannya. Jika kamu menggunakan media sosial untuk sesuatu yang baik, seperti mencari konten edukatif, kamu juga akan mendapatkan manfaat. Sebaliknya, jika tujuanmu menggunakan media sosial hanyalah untuk menjadi viral, maka kamu akan berupaya melakukan segala cara untuk bisa viral, termasuk melakukan hal-hal buruk sekalipun.
 
Jadi, bijaklah dalam bermedia sosial agar itu tidak menjadi boomerang untukmu dan orang-orang di sekitarmu. Daripada kamu mencari konten-konten viral, lebih baik kamu mencari konten edukasi karena itu bisa membantumu untuk bertumbuh dan berilmu.

Jika kamu bingung mencari konten-konten edukasi, kamu bisa coba menonton video-video di Youtube Healthink. Kamu juga bisa mendapatkan berbagai konten edukasi seputar kesehatan mental dan pengembangan diri di akun media sosial Healthink. Karena itu, jangan lupa follow media sosial Healthink, ya, agar kami bisa terus bantu kamu untuk heal your think, think your health.

Terbaru

Depresi Pada Remaja Jangan Dianggap Sepele!
Depresi Pada Remaja Jangan Dianggap Sepele!
25 Apr 2025
Jadi Ayah Ibu Baru, Kok Malah Stres?
Jadi Ayah Ibu Baru, Kok Malah Stres?
25 Apr 2025
Depresi pada Disabilitas, Apa yang Bisa Dilakukan?
Depresi pada Disabilitas, Apa yang Bisa Dilakukan?
21 Mar 2025
Teknik Mindfulness untuk Meringankan Gejala Depresi
Teknik Mindfulness untuk Meringankan Gejala Depresi
20 Mar 2025
Gaya Hidup Sehat untuk Atasi Depresi dengan Diet, Olahraga, dan Tidur
Gaya Hidup Sehat untuk Atasi Depresi dengan Diet, Olahraga, dan Tidur
13 Mar 2025
Membangun Support System untuk Mengatasi Depresi dengan Dukungan Sosial
Membangun Support System untuk Mengatasi Depresi dengan Dukungan Sosial
13 Mar 2025
Strategi Mandiri Atasi Depresi dengan Tips Praktis Coping Stress
Strategi Mandiri Atasi Depresi dengan Tips Praktis Coping Stress
13 Mar 2025
Pikiranmu Menipumu, Sadari dan Kendalikan
Pikiranmu Menipumu, Sadari dan Kendalikan
28 Feb 2025
Niat Baik Nggak Selamanya Diterima dengan Baik
Niat Baik Nggak Selamanya Diterima dengan Baik
28 Feb 2025
Sosial Media Itu Penting Gak, Sih?
Sosial Media Itu Penting Gak, Sih?
28 Feb 2025
Cancel Culture, Buntut dari Fenomena Viral yang Bikin Kacau
Cancel Culture, Buntut dari Fenomena Viral yang Bikin Kacau
21 Feb 2025
Stop Multitasking! Multitasking Bikin Kamu Produktif?
Stop Multitasking! Multitasking Bikin Kamu Produktif?
21 Feb 2025
Jangan Jauhkan Aku dari Ponselku!
Jangan Jauhkan Aku dari Ponselku!
21 Feb 2025
Harapanmu Tidak Sesuai Kenyataan
Harapanmu Tidak Sesuai Kenyataan
14 Feb 2025
Resiliensi Membantu Mengatasi Tantangan Hidup
Resiliensi Membantu Mengatasi Tantangan Hidup
12 Feb 2025
Mengenal dan Mengelola Stress
Mengenal dan Mengelola Stress
11 Feb 2025
Apakah Benar Sudah Pasti Tepat?
Apakah Benar Sudah Pasti Tepat?
22 Nov 2024
Tidak Semua Hari itu Menyenangkan
Tidak Semua Hari itu Menyenangkan
22 Nov 2024
Bias Konfirmasi: Pengaruh, Dampak pada Depresi, dan Cara Mengatasinya
Bias Konfirmasi: Pengaruh, Dampak pada Depresi, dan Cara Mengatasinya
15 Nov 2024
Don't Judge Book by It's Cover
Don't Judge Book by It's Cover
15 Nov 2024
Awas! Depresi Bisa Makin Parah Gara-Gara Ini!
Awas! Depresi Bisa Makin Parah Gara-Gara Ini!
1 Nov 2024
Kualitas Pikiran Menentukan Tingkat Kebahagiaan
Kualitas Pikiran Menentukan Tingkat Kebahagiaan
1 Nov 2024
Google Bukan Psikolog dan Psikiater Gratisan!
Google Bukan Psikolog dan Psikiater Gratisan!
23 Oct 2024
Tantang Pikiran Kita dengan CBT untuk Diri Sendiri
Tantang Pikiran Kita dengan CBT untuk Diri Sendiri
17 Oct 2024
CBT untuk “Mengobati” Depresi
CBT untuk “Mengobati” Depresi
14 Oct 2024
Mengungkap Asumsi Keliru dan Realita Depresi: Fakta di Balik Mitos tentang Depresi
Mengungkap Asumsi Keliru dan Realita Depresi: Fakta di Balik Mitos tentang Depresi
4 Oct 2024
Depresi: Faktor Psikologis dan Biologis yang Mempengaruhinya
Depresi: Faktor Psikologis dan Biologis yang Mempengaruhinya
4 Oct 2024
Membongkar Jenis-jenis Depresi
Membongkar Jenis-jenis Depresi
24 Sep 2024
Kenali Sebelum Terlambat: Depresi di Era Digital
Kenali Sebelum Terlambat: Depresi di Era Digital
24 Sep 2024

      

© 2025 Healthink - All rights reserved